Minggu, 13 Maret 2011

Menjadi Pemimpin

Pemimpin atau qowwam.. begitu mendengar kata ini mungkin kebayakan yang terlintas di pikiran kita adalah menjadi menejer atau direktur suatu perusahaan atau mungkin menjadi ketua BEM atau ketua lainnya di sebuah kegiatan bahkan pemimpin suatu partai. Khusus bagi seorang akhwat yang sedang mencari pendamping hidupnya, pemimpin lebih diartikan sebagai kriterianya mencari seorang ikhwan yang kelak menjadi pemimpin dalam keluarganya kelak. Semua pendapat itu tentu tidak salah tapi kali ini yang akan coba saya bahas adalah menjadi pemimpin dari sudut pandang berbeda.
Setiap manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi begitulah penggalan firmanNya dalam Al-qur’an. Pengertian minimal yang sering kita dengar dalam sebuah taujih (ceramah) adalah menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Minimal.. Yakinkah minimal ini adalah sesuatu hal yang sangat kecil dan mudah untuk dilakukan?? Jawabannya silahkan dijawab sesuai dengan kondisi masing-masing.
Menjadi pemimpin bagi diri sendiri, bagi saya adalah menjadi pemimpin dalam berbagai hal, yaitu :
1.       Dalam hal ruhiyah
Nah, yang ini niy.. Sekilas memang terlihat seperti sebuah hal yang sangat sulit, kenyataannya memang gampang-gampang susah. Menjadi gampang ketika kita sedang terkena musibah atau masalah, umumnya otomatis seseorang akan lebih mendekat padaNya, banyak meminta petunjukNya, banyak ‘curhat’ di solat malam, pokoknya ibadah kita terasa sangat khusyu dalam kondisi ini. Sebaliknya pada saat kita bahagia atau merasa tidak banyak masalah, umumnya kita tidak sesemangat seperti saat kita sedang dilanda masalah untuk beribadah. Bahkan bisa dibilang saya sangat jarang untuk meluangkan waktu khusus untuk sekedar mengucap syukur atas semua nikmatNya, atau malah saya tidak bisa merasakan nikmat itu dan hanya berlalu begitu saja, kita baru merasakan nikmat saat nikmat itu hilang,, na’udzubillahhi min dzalik.
Khusus pada kondisi ini kepemimpinan kita atas diri kita sangat bergantung pada seberapa besar keimanan yang kita miliki. Lingkungan sekitar pun sangat berpengaruh pada tindakan-tindakan kita. Oleh karena itu, kita harus selalu berada pada sebuah lingkungan yang selalu membuat kita mengingat ke Maha Besaran-Nya. Selain itu, sebuah kebiasaan efektif yang selalu dilakukan oleh teladan kita adalah selalu bermuhasabah harian menjelang terlelap tidur.

2.       Dalam hal waktu
Menjadi pemimpin bagi diri sendiri saat mengatur semua waktu yang saya punya, akankah saya menghabiskan waktu di depan monitor PC atau monitor televisi ataukah saya akan menggunakan waktu senggang ini untuk mempelajari sesuatu yang baru. Belajar di sini tidak hanya membaca buku tapi berusaha untuk menggali sesuatu yang bisa menambah keahlian kita atau mencari hikmah dari segala hal yang terjadi di sekitar kita. Saat ini yang sering saya rasakan setiap akan online pasti udah nyiapin mau cari apa aja sekarang dan mau nge-cek apa aja tapi ya itu dia lagi-lagi semuanya ngga tertulis. Akhirnya pas jadi blog walking merembet kemana-mana dan tak terasa waktu pun berlalu saking banyaknya nge-klik link-link yang tersedia. Kalau ditanya bermanfaat ngga sih? Insyaalloh bermanfaat karena blog yang saya buka adalah link dari alumni sma dulu. Hanya yang perlu diingatkan sampai sekarang adalah mencatat semua target yang akan dilakukan hari ini agar waktunya efektif. Begitu nasihat dari seorang teteh, jadi walaupun kita ‘jarambah’ kemana-mana kita masih memenuhi target yang kita buat sendiri.

Waktu lainnya adalah waktu di perjalanan
Di perjalanan ada banyak hal yang bisa dilakukan. Dulu waktu saya masih harus membagi waktu antara kerja dan kuliah, saya berprinsip, waktu di perjalanan adalah waktu saya untuk beristirahat alias tidur membayar utang jam istirahat yang kurang. Ada juga orang yang senang membaca Koran atau buku bila mereka sedang menaiki KRL atau ada juga anak muda yang lebih sering menggunakan waktu di perjalanan ini untuk mendengarkan musik dari headsetnya atau sekedar bercengkrama dengan teman sebayanya. Bagi saya kegiatan terakhir ini juga sering saya lakukan karena menurut saya intensitas pertemuan kami sebagai mahasiswa ekstensi itu sangat sedikit. Tiba di kampus pasti mepet dengan jam kuliah dan sehabis kuliah kami langsung menuju kosan masing-masing sesegera mungkin untuk beristirahat. Oleh karena itu, waktu perjalananlah yang menurut saya efektif untuk mendiskusikan segala hal yang lebih bersifat pribadi (selain pakai motor tentunya). Bahkan bila di sebelah saya duduk seseorang yang tertarik untuk berbincang-bincang, saya akan meladeni mereka dengan senang hati. Anggap saja sebagai tambahan pengalaman hidup dari seseorang yang lebih senior dari kita. Setelah berbincang biasanya saya akan bergumam ooh ternyata begitu ya,,, ooh ternyata begini ya cara kerja suatu sistem,,, ooh ternyata begini ya cara kita harus bersikap dan banyak ooh,,, ooh,,, lainnya yang insyaalloh bermanfaat. Walaupun jatah tidur di perjalanan jadi berkurang dengan sendirinya, bahkan kadang sampai haus… :D

3.       Dalam hal emosi
Tiba-tiba terlintas kalau ntar udah jadi ibu-ibu. Kalau sekarang masih mending yang dipikirkan hanya diri sendiri. Jadi jika sewaktu-waktu terjadi hal yang bisa memancing emosi insyaalloh masih bisa ditahan karena beban pikiran hanya sedikit. Tapi kalau nanti saya ada di posisi ibu sekarang dengen berjubel urusan, saya banyak berharap mudah-mudahan bisa terus memimpin diri agar tetap dalam kesabaran, aamiin,,,. Tipsnya dari Rumahku Surgaku adalah terus berlatih dan berlatih untuk menahan marah, rencanakan semuanya alias  jangan segala mendadak, terus buatlah tulisan “ Hari ini puasa marah, Silahkan marah besok!!!” Nah, kalau tiap hari baca tulisan kayak gitu kan jadinya ngga akan jadi-jadi tuh marahnya, hehe…. Cara lainnya adalah meminta lingkungan terdekat untuk mengingatkan saat kita marah, waktu itu dikasih contohnya minta diingatkan oleh suami dan anak kita. Terakhir yang paling penting adalah ingatlah selalu bahwa marah itu datangnya dari syaitan, bila kita marah dalam keadaan berdiri maka duduklah dan bila masih marah juga maka segeralah ambil wudhu. Terus mesti kita ingat juga dengan marah kita bisa menyakiti hati orang lain,padahal kita kan ngga bisa maksa orang lain sesuai keinginan kita dan selalulah lakukan evaluasi diri.

Wallohu ‘alam bishowab…

Susah juga ya ternyata menulis dalam bahasa Indonesia yang EYD, berasa ada yang kurang kalau nulis tanpa ekspresi dan emoticon, tapi untuk tulisan di atas cukup berhasil karena emotnya masih bisa dihitung jari :D 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar