Senin, 21 Februari 2011

Ibu Teladan Melahirkan Orang Besar

Oleh Fathuddin Jafar
Siapa yang tidak kenal dengan Mustafa Al-'Aqqad? Ia adalah seniman dan sutradara asal Suriah. Dialah sutradara Muslim terbesar abad ini. Melalui filmnya yang kesohor dan ditonton puluhan juta dan mungkin ratusan juta manusia "Arrisalah / The Messeage". Namanya menyaingi dan bahkan melebihi seniman dan sutradara film-film Hollywood sekalipun. Inilah yang beliau kisahkan sebelum meninggal dalam kecelakaan pesawat pribadinya beberapa tahun lalu.
Beliau mengisahkan: Ibuku tak selalu mengatakan yang sebenarnya. Ibuku berbohong padaku 8 kali. Kisahnya bermula sejak kelahiranku. Aku adalah anak tunggal yang dilahirkan dalam keluarga yang amat miskin. Saking miskinnya, seringkali keluargaku tidak makan. Bila keluargaku dapat membeli beras sesekali, ibuku selau memberikan jatahnya untukku. Ia selalu bilang padaku, "Makanlah nak... Ibu tidak lapar." Inilah kebohongan ibuku yang pertama yang aku catat.
Saat aku mulai beranjak besar, aku ingat kami jarang sekali makan ikan. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, ibuku selalu pergi ke sungai kecil di belakang rumah kami dan memancing di sana. Tak lain harapannya ialah agar aku bisa makan ikan supaya aku mendapatkan gizi dan bisa tumbuh dengan sehat.
Suatu hari, berkat karunia Allah, ibuku mendapat dua ekor ikan. Setelah ia memasaknya, ia menyajikan kedua ikan yang tak terlalu besar itu padaku. Lalu aku sodorkan satu ikan itu pada ibuku dan dia berkata, "Silahkan kamu makan nak, ibu tidak suka ikan." Inilah kebohongan ibuku yang kedua.
Aku sangat shock karena setelah aku makan ikan yang pertama, ibuku mengambil sisa-sisa daging yang menempel ditulang ikan itu dan memakannya. Namun aku diam, tak bisa bicara sepatah katapun.
Setalah memasuki usia sekolah, aku ingin sekali bersekolah, namun keluargaku tidak punya uang untuk membayar biaya sekolahku. Lalu ibuku pergi ke pasar menjadi sales keliling salah satu toko pakaian wanita untuk menawarkan berbagai pakaian door to door alias dari rumah ke rumah di kampung kami.
Pada suatu malam hujan dan cuaca dingin sekali, ibuku belum juga pulang. Aku mencoba mencarinya ke jalan yang tidak jauh dari kampung kami. Tiba-tiba aku melihatnya sedang mengetuk pintu rumah salah seorang penduduk untuk menawarkan baju-baju yang dibawanya. Aku mamanggil ibuku sambil berkata, "Sudahlah bu... mari kita pulang, sudah terlalu malam dan cuaca dingin sekali, ibu bisa lanjutkan besok lagi." Lalu ia menjawab dengan senyum, "Wahai anakku, aku belum capek." Inilah kebohongan ibuku yang ketiga padaku.
Pada suatu hari waktu aku ujian di sekolah, ibuku memaksakan diri untuk pergi menemaniku di sekolah selama aku mengikuti ujian. Akupun masuk kelas dan ibuku menunggu di luar. Saat lonceng istirahat berbunyi, aku lihat ibu berdiri di lapangan di mana panas matahari begitu teriknya. Lalu aku menghampirinya dan ibuku langsung memeluk dan mendekapku dengan sangat erat penuh kasih sayang. Ia memberikan kabar gembira padaku, berkat taufik Allah jua ia mendapat satu gelas minuman kesukaanku yang sudah ia beli sebelumnya agar aku bisa meminumnya saat istirahat ujian. Akupun meminumnya dengan begitu semangat karena aku sangat haus waktu itu.
Kendati ia mendekapku erat-erat, namun aku merasakan begitu dingin dan nyamannya suasana saat itu. Lalu aku menatap wajah ibuku. Aku melihat dari wajahnya keringat mengucur keluar. Segera aku berikan gelas itu kepadanya sambil berkata, "Minumlah wahai ibu." Lalu ia menjawab, "Wahai anakku, minumlah semuanya, aku tidak hau." Inilah kebohongan ibuku yang keempat.
Setelah ayahku wafat, ibuku hidup menjanda. Maka semua tanggung jawab rumah tangga menjadi kewajibannya sendiri. Ia berkewajiban memenuhi semua kebutuhan rumah. Dengan demikian, hidup terasa semakin kompleks. Pamanku adalah orang yang sangat baik dan sering mengirimkan makanan pada kami. Ketika ibu-ibu tetangga melihat kondisi kehidupan kami semakin memburuk, mereka menyarankan ibuku untuk menikah lagi agar ada yang menanggung beban kehidupan, apalagi ibuku masih sangat muda. Lalu ibuku menolaknya sambil berkata, "Saya tidak butuh cinta." Ini adalah kebohongan ibuku yang kelima.
Setelah aku selesai kuliah, aku langsung mendapat pekerjaan yang cukup baik dan aku yakin inilah saatnya aku membahagiakan ibuku agar ia istirahat dan biarlah aku yang menanggung semua kewajiban dan tanggung jawab rumah kami. Waktu itu, kesehatannya sudah jauh berkurang sehingga tidak mungkin lagi menjadi penjual keliling seperti tahun-tahun sebelumnya. Ia malah membuka lapak dengan menggelar sebuah tikar di pasar sambil berjualan sayuran. Ketika aku gagal membujuknya untuk meninggalkan pekerjaan itu, aku menyisihkan sebahagian gajiku untuknya. Namun dia menolaknya sambil berkata, "Wahai anakku, simpanlah uang itu untuk masa depanmu, aku masih ada uang cukup untuk kehidupanku." Inilah kebohongan ibuku yang keenam.
Sambil bekerja, aku meneruskan kuliahku tingkat master (S2). Alhamdulillah akupun berhasil lulus dengan baik. Gajikupun naik bahkan perusahaan Jerman tempat aku bekerja memberikan kesempatan padaku untuk bekerja di kantor cabang utamanya di Jerman. Saat itu aku sangat bahagia sekali. Aku mulai memimpikan permulaan baru dan kehidupan baru. Setelah aku pindah ke Jerman dan menyiapkan segala sesuatu, aku menghubungi ibuku agar ia mau hijrah ke Jerman bersamaku. Namun jawabannya mengecewakanku dan beliau tidak mau tinggal bersamaku di Jerman dengan alasan tidak mau menyulitkanku sambil bekata, "Wahai anakku, aku tidak terbiasa hidup mewah." Inilah kebohongan ketujuh ibuku.
Ibukupun tua, sampai usia renta. Ia mendapat cobaan penyakit kanker dan mengenai matanya. Seharusnya, di sampingnya ada orang yang ia cintai merawatnya. Namun apa hendak di kata, aku dengannya hidup dengan jarak yang dibatasi beberapa negara. Aku tinggalkan semua yang ada di Jerman dan aku pulang menemaninya. Aku temukan ibuku sedang terbaring di atas dipan setelah menjalankan operasi. Saat ia melihatku, ia mencoba tersenyum padaku. Namun, hatiku terkoyak menyaksikan ibuku bukan seperti dulu lagi. Fisiknya sudah kurus kering dan sangat lemah. Ia bukan lagi seperti ibuku yang ku kenal sebelumnya. Airmataku mengalir membasahi pipiku dan aku tidak bisa menahan perasaan sedihku. Namun ia mencoba menenangkan perasaanku sambil berkata, "Jangan menangis anakku, aku tidak merasakan sakit apa-apa." Sesaat setelah ucapannya itu, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dan akupun menutupkan matanya yang tidak akan pernah terbuka lagi di dunia.
Kepada semua saudaraku yang masih diberi nikmat ibu yang masih hidup. Jagalah nikmat itu baik-baik sebelum anda bersedih atas kehilangannya. Kepada saudaraku yang ibu tercintanya sudah tiada, ingat selalu betapa capek dan besarnya pengorbanan yang ia berikan kepada kita. Jangan lupa doakan agar ia/mereka berlimpahkan rahmat dan ampunan Allah di alam barzakh.
Aku cinta padamu ibu...

Jumat, 18 Februari 2011

Speed Contest

Penasaran... :D
Tapi pas tau hasilnya malu banget... x_x
Judulnya bukan ngetik 10 jari ini, mah cuma 4 jari :D

25 words
Speed test

Kamis, 17 Februari 2011

Pelajaran Kemarin

Kemarin, habis solat subuh saya langsung ngacir menuju cipaganti... Tempat duduk sebelah diisi oleh seorang akhwat. Dia menyapa saya dengan, "mba mau kemana? Sunter juga?" tanpa pikir panjang spontan saya menjawab, "iya, wah jangan-jangan sama ya?" Ternyata tujuan kami sama, alhamdulillah,,,, akhirnya ada teman juga dari bandung, dia pun menunjukkan rasa gembiranya karena ada teman seperjuangan :D . Saya lebih seneng lagi pas tau kalo latarbelakang jurusan kita berbeda, berarti bukan saingan, hehe..

Sepanjang perjalanan sampai sebelum masuk ruangan tes dia selalu mengompori saya dengan kata-kata penyemangat. Sempet siy kepikiran ini kan sifat hn dulu, koq sekarang tiba-tiba menguap dan hilang ya?! jangan-jangan semangat itu menguap seiring dengan menguapnya keringat sewaktu berjalan setengah lari dari pool cipaganti menuju tempat kami tes yang jaraknya lumayan di bawah sinar terik matahari Jakarta. :D

Begitu sampai TKP saya merasa semangat atau niat yang tadinya sempet naik-turun diantara 70-90% mendadak ngedrop sampe 50%. Kenapa??? gara-gara 'amazing' ngeliat pabrik yang lebih pabrik dari pabrik tempat saya bekerja dulu :D tapi penasaran juga siy, buktinya begitu tau ngga lulus ke tahap 3 ada rasa kecewa yang terbersit di hati yang terdalam. Alhamdulillah masih inget untuk segera beristighfar.

Pas solat dzuhur di mesjid yang saya lupa namanya tapi tau alamatnya yaitu Jl Lancar, kecamatan lupa :D Kemayoran Jakarta Pusat, saya banyak merenung kira-kira apa ya hikmahnya di balik semua kejadian barusan. Akhirnya inilah yang sementara ini bisa saya simpulkan :
1. Saya ngga terlalu PD gara-gara ngga tau bakalan kayak alias kurang persiapan
2. Saya over PD, nah lho?! soalnya saya yakin kalo kegagalan sebelumnya itu lebih karena tes gambar yang saya kosongin 2 kotak tanpa memberi keterangan pula. Udah gitu satu kotak nyontek ultraman karena kehabisan ide. Dalam hati ada bisikan, "aah, kalo soal psikotes biasa siy insyaAlloh selama ini lancar-lancar aja"
Kayaknya sebab ke-2 ini niy yang paling parah, padahal Dia kan berfirman, ".... tidak akan mencium  bau surga seseorang yang dalam hatinya ada rasa sombong walaupun hanya sebesar biji zaroh."
Astagfirullohal'adziim...
3. Semangat saya ngedrop. Padahal kan, "Alloh sesuai prasangka hambaNya..."
Semua peristiwa masa lalu jadi terlintas, terutama peristiwa dimana saya sangat bersemangat dan berharap bisa diterima saat psikotes masuk Polman, saat pengen masuk Ya***a, pengen diterima di E***n, apalagi pas pengen lulus ujian UI. Semua ujian itu saya lalui dengan banyak berdoa, berharap dan bersemangat untuk berusaha keras. Hasilnya alhamdulillah LULUS.
Tapi di sisi lain, saya ingat waktu ngga PD ikut psikotes W**** bahkan waktu SPMB, dan hasilnya sesuai dugaan. saya ngga berhasil wawancara dan diterima di pilihan ke-2.
Jadi, bener kan memang Dia sesuai prasangka hambaNya, semakin kecil keyakinan kita maka semakin kecil pula peluang keberhasilan kita...

Saya yakin, pasti akan  banyak hikmah lain dari kegagalan kemarin yang belum bisa saya ungkap saat ini. Namun saya berusaha meyakini apa yang terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik menurutNya. Selain itu, nanti lagi kalau mau tes PD aja lagi!!! kita kan udah persiapan sambil terus berdoa!!!! Begitu nasihat dari ibuku tercinta,, ;) Semangat!!!

Sedikit tersenyum ketika baca kalimat, "... ada bagusnya juga ngga keterima jadi nanti ngga ditinggal-tinggal" heu... :p aneh, tapi menghibur, hehe.. :$

Rabu, 09 Februari 2011

Ketika Diingatkan

Terkadang seseorang merasa kurang nyaman ketika diingatkan saudaranya..
Ada juga yang menerima tapi didahului dengan rasa kaget...
Sedangkan yang lainnya menerima saran dari saudaranya dengan rendah hati dan senyuman...

Untuk menjadi jenis orang yang terakhir tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan,,
Hal yang perlu kita usahakan adalah meyakini bahwa rasa cinta dan kasih sayang saudara kitalah yang menyebabkan ia mengingatkan kita...
Walaupun terasa sulit, tapi tetaplah berazzam untuk mencoba ikhlas menerima kritik dan saran sembari diiringi dengan perbaikan diri kita agar selalu di jalanNya...
Sesuai firmanNya... ".... saling bernasehat-nasehatlah kalian dalam kebenaran dan kesabaran."
Jadi, satu kata ukhtii, say it with Ksatria Baja Hitam Style : BERUBAH!!! :D

Selasa, 08 Februari 2011

Jangan Takut Kaya

Oleh Us. Tate Qomaruddin, LC.

Dinar yang paling utama yang dibelanjakan seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ ثَوْبَانَ بْنِ بُجْدَدَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم

أََفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى دَابَّتِهِ

فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ (رواه مسلم)


Dari Abi ‘Abdillah Tsauban bin Bujdad bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Dinar yang paling utama yang dibelanjakan seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya, dinar yang ia belanjakan untuk kendaraannya di jalan Allah, dan dinar yang ia infakkan untuk rekan-rekannya (yang tengah berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Imam Muslim)

Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari hadis di atas, antara lain: pertama, di hadapan seorang mslim, terbuka lebar banyak pintu untuk berbuat baik dengan harta. Kedua, menjelaskan peringkat keutamaan pengeluaran harta (infak) yang dilakukan seorang muslim, bahwa memberi nafakah kepada keluarga merupakan infak yang paling mulia. Dalam hadis lain disebutkan,

دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ رَقَبَتِهِ وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا اَلَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ (رواه مسلم)

“Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk (mememerdekakan) hamba sahaya, dinar yang engkau infakkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluarga, yang paling utama di antara semua itu adalah dinar yang engkau infakkan kepada keluargamu.” (H.R. Imam Muslim)

Persoalannya adalah, tidak mungkin kita dapat berinfak dengan harata jika kita tidak memilikinya. Lebih-lebih jika kita mencermati ayat-ayat Al Quran yang memerintahkan kita terlibat dalam jihad. Selalu saja disandingkan antara kewajiban berjihad dengan jiwa dengan kewajiban berjihad dengan harta. Bahkan dari semua ayat yang memerintahkan kita berjihad dengan harta dan jiwa, berjihad dengan harta selalu didahulukan, kecuali pada satu ayat saja yakni ayat 111 Surah At-Taubah, yang maknanya,

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan (mendapatkan) surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.”

Selebihnya, hartalah yang disebut terdahulu. Perhatikan ayat-ayat berikut,
“Wahai orang-orang yang beriman, inginkah kalian aku tunjukkan pada suatu perniagaan yang menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? Kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kalian berjihad di jalan Allah denganh harta dan jiwa kalian.” (Q.S. Ash-Shaf 61: 10-11)

Ini diperkuat dengan adanya kewajiban zakat. Dalam urusan yang satu ini memang ada kesalahan persepsi pada sebagian kaum muslimin. Kewajiban zakat sering dipahami begini: "Kalau punya harta, zakatlah. Kalau tidak punya, tidak usah mengeluarkan zakat". Secara fiqih, pemahaman itu sangat benar. Tapi semangatnya bukanlah semangat kepasrahan pada keadaan. Semangat perintah zakat harusnya dipahami: "Carilah uang, kumpulkanlah harta agar dapat melaksanakan perintah Allah yang bernama zakat". Seharusnya kita membawa semangat shalat untuk diterapkan pada zakat. Kita selalu berpikir, kita harus bisa melaksanakan shalat dengan segala perjuangan yang menjadi konsekuensinya. Dari mulai mencari penutup aurat, mencari tempat shalat, menentukan arah kiblat, menyucikan diri, dan seterusnya.

Itu semua mematahkan anggapan yang masih dianut sebagian orang bahwa kesalihan dan ketakwaan identik dengan kepapaan, kemelaratan, kesengsaraan, dan ketertindasan. Seolah-olah hanya orang miskin, jelata, dan tertindaslah yang layak menghuni surga. Sebaliknya, orang kaya dan orang yang punya jabatan tidak punya tempat di surga. Ini diperparah dengan sering disitirnya hadis-hadis dha’if (lemah) atau bahkan maudhu’ (palsu) yang memberikan pesan untuk menjauhi dunia sejauh-jauhnya demi mencapai ketakwaan dan kesucian jiwa. Atau mungkin juga menyitir hadis sahih tentang zuhud dengan pemahaman yang salah.

Zuhud tidaklah identik dengan melarat. Zuhud adalah kepuasaan hati dengan apa yang diberikan Allah swt. Zuhud adalah ketiadaan ikatan hati kepada harta dan hal-hal bersifat material lainnya. Orang yang merasa puas dengan apa yang Allah berikan sembari meniadakan keterikatan hatinya dengan harta dan jabatan, tidaklah kehilangan sifat zuhud sekalipun ia kaya raya.

Utsman Bin ‘Affan adalah konglomerat dan kaya raya. Beliau termasuk sahabat Nabi saw. yang dijamin masuk surga. Demikian pula halnya dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Beliau sukses dalam bisnis dan menjadi saudagar kaya raya. Toh beliau juga termasuk yang dijamin masuk surga. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, khalifah yang kaya raya. Tapi justru dia termasuk orang zuhud.

Posisi harta dalam Islam sama dengan posisi kemiskinan: sebagai ujian bagi manusia. Dengan kekayaan orang bisa masuk surga sebagaimana dengan kekayaan pula orang bisa masuk neraka. Dengan kepapaan orang bisa masuk surga sebagaimana dengan kepapaan pula orang bisa masuk neraka. Semuanya ujian! Allah swt. menegaskan,

“Dan Kami coba kalian dengan keburukan dan kebaikan, (semuanya) sebagai ujian.” (Q.S. Al Anbiya 21: 35)

Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya dunia itu manis dan menghijau. Dan sesungguhnya Allah mengangkat kalian sebagai khalifah di dalamnya untuk melihat (menguji) bagaimana kalian bekerja. Maka berhati-hatilah dengan dunia dan berhati-hatilah dengan wanita. Karena sesungguhnya fitnah Bani Israil adalah pada wanita.” (H.R. Imam Muslim)

Jadi, orang yang saleh bukanlah orang memilih meninggalkan harta, melainkan yang lulus dalam ujian mengelola harta itu. Seseorang dianggap lulus ujian dalam urusan harta manakala,

Pertama, hanya menempuh cara halal untuk memperoleh harta.
Pada hari kiamat, setiap orang akan diminta pertanggungjawaban terkait dengan hartanya, dari manakah ia memperolehnya dan dengan cara apa? Ini batu ujian pertama. Rasulullah saw. bersabda, "Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman seperti yang diperintahkan kepada para rasul. Dia berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari yang baik dan beramal salehlah karena sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian lakukan.’ Dia juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik dari yang Kami rezekikan kepada kalian.’” Lalu Rasulullah saw. menerangkan tentang orang yang mengadakan perjalanan panjang, kusut masai dan berdebu. Ia mengadakahkan kedua tangannya (berdoa) ke langit (sambil mengatakan), "Ya rabbi, ya rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan.” (H.R. Imam Muslim)

Kedua, harta itu tidak menyebabkan sombong.
Orang yang sukses mengelola harta adalah orang yang dengan hartanya justru semakin rendah hati dan menyadari bahwa segala yang dimilikinya adalah titipan atau amanah dari Allah. Abdurrahman bin ‘Auf yang padahal termasuk orang yang dijamin masuk surga pernah berlinang air mata saat dirinya siap menyantap hidangan lezat yang ada di hadapannya. Ketika ditanya penyebab ia menangis, ia menjawab, “Aku takut hanya yang kunikmati di dunia inilah yang menjadi ganjaranku dari Allah.”

Ketiga, menjadi fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik harta yang saleh adalah yang ada pada orang saleh.” Beliau juga memerintahkan kepada kita, “Jauhkanlah dirimu dari neraka walau dengan hanya sebuah kurma.”

Keempat, menjadi fasilitas untuk silaturahim.
Infaq adalah baik. Dan infaq kepada kerabat adalah lebih baik lagi. Karena selain bernilai taqarrub, perbuatan itu juga merupakan upaya silaturahim. Rasulullah saw. bersabda, “Shadaqah kepada orang misikin adalah satu shadaqah dan shadaqah kepada orang yang punya hubungan rahim (kerabat) adalah dua shadaqah: shadaqah dan shilah (menyambungkan).” (H.R. Tirmidzi)

Kelima, menjadi fasilitas untuk perjuangan.
Perjuangan Islam jelas tidak mungkin tanpa dukungan finansial. Kekuatan kuffar harus dihadapi dengan kekuatan optimal kaum muslimin. Dan ini tentu saja salah satu kekuatan itu adalah kekuatan maliyyah (finansial).

Jadi, Islam tidak memusuhi harta. Islam juga tidak mengajarkan umat Islam memusuhi orang kaya. Surga terbuka bagi orang kaya. Yagn penting ajaran Islam tentang pengelolaan kekayaan dipatuhi. Jadi, menjadi orang kaya, siapa takut? Wallahu a’lam.

Minggu, 06 Februari 2011

Indahnya Karunia Alloh Di Dalam Menikah


Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Islam merupakan agama fitrah. Artinya Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Di dalam Islam, kita tentunya mengenal fitrah kita sebagai makhluk hidup, yakni adanya potensi hidup berupa kebutuhan hidup/jasmani atau hajataul ‘udhuwiyah dan adanya naluri-naluri yang tak bisa di hilangkan, yakni pertamaadanya naluri untuk mensucikan sesuatu /Gharizah Taddayun, kedua Naluri untuk melestarikan jenis/Gharizah Nau’ dan yang ketiga adalah adanya Naluri untuk mempertahankan diri/Gharizah Baqa’.
Kesemua potensi-potensi hidup dia tas tidaklah bisa di hilangkan , namun hanya bisa dialihkan. Naluri beragama misalnya, tidak bisa dihilangkan, namun hanya bisa dialihkan, dari yang dasarnya adalah mengagungkan adanya sang pencipta namun mereka alihkan dengan mengagungkan system ideology komunisme mereka.
Pun juga dengan naluri-naluri yang lain. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang naluri untuk melestarikan keturunan atau yang biasa disebut dengan Gharizah Nau’.
Namun, penulis disini tidak membahas bagaimana memanfaatkan potensi itu secara umum, karena penulis yakin, telah banyak artikel dan tulisan sejenis yang membahas seputar tersebut di atas.
Gharizah Nau’
Sebagaimana yang telah di jelaskan sedikit di atas, gharizah an nau’ atau naluri untuk melestarikan keturunan ini merupakan satu diantara tiga fitrah manusia yang telah dibekali oleh Allah sang pencipta manusia di dunia ini.
Dan Allah sebagai pencipta pun telah menurukan seperangkat aturan bagi hamba-hambaNya untuk memenuhi gharizah an Nau’ tersebutdalam koridor syariah. Dan syariah Islam telah mensyariatkan hukum Sunnah bagi umatnya untuk menikah dalam rangka pemenuhan gharizah tersebut.
Terkait dengan hokum syariah Islam berupa sunnah ustadz Sarwat Lc menjelaskan bahwa para ahli fiqih punya istilah sunnah yang mereka definisikan dengan beberapa batasan.
Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa sunnah itu adalah sebuah perbuatan yang bila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendatangkan dosa bagi pelakunya.Lihat kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 1 halaman 67, juga kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 70.
Sementara sebagian ahli fiqih lainnya membuat batasan bahwa sunnah adalah perbuatan yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, namun tidak sampai menjadi kewajiban karena tidak ada dalil yang menunjukkan atas kewajibannya.Bisa kita baca dalam kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 80 dan 404.
Juga kitab Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 73.Ulama lain mendefinisikan sebagai metode dalam beragam yang tidak sampai difardhukan atau diwajibkan. Lihat kitab Kasyful Asrar oleh Al-Bazdawi jilid-jilid halaman 302.
Kembali ke persoalan \menikah tadi, banyak sekali ayat-ayat di dalam al qur’an dan hadist yang mengupas seputar persoalan menikah ini. Diantara ayat-ayat al qur’an tersebut adalah sebagai berikut :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49)
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)

Adapun dari hadist, juga sangat banyak sekali anjuran tersebut, misalnya :
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)
“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah ditolong oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa pada separuh yang lain”(Al Hadits)
“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang suaminya menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)

“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang”(HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)

Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda :Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.”(HR. Ashhabus Sunan)
“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)
“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)

“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.”
 (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah sekilas tentang ayat-ayat Allah serta hadist-hadist yang menyinggung seputar pemenuhan gharizah an Nau’ di dalam Islam yakni dengan cara menikah.
Sesunguhnya, persoalan menikah ini bukan hanya sebatas itu saja. Banyak keutamaan yang bisa kita dapati dengan menikah.
  1. Berhak mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak : “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
  2. Membuka pintu Rezeki
    Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)
    Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).
    Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)
    Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).
  3. Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal.
    Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.”(HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah)
  4. Berguguran dosa mereka ketika merengkuh tangan pasangannya
    Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a)
  5. Menggenapkan separuh agama Islam
    Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)
Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.” (Ihya Ulumuddin)
Abu Hatim mengatakan bahwa yang menegakkan agama seseorang umumnya ada pada kemaluan dan perutnya dan salah satunya tercukupkan dengan cara menikah, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah untuk yang keduanya.” (Faidhul Qodir juz VI hal 134)
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Sikap menahan diri yang paling Allah sukai adalah menjaga kemaluan dan perut.”
Semoga bermanfaat, bagi yang telah menikah agar semakin berpacu dengan waktu guna menjadikan keluarganya mejadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah, dan bagi yang belum menikah agar menjadi motivasi untuk menyegerakan hal tersebut.

Wallahu A’lam bis showab